Seandainya Ada Pengakuan Diri



Hari ini jam 00:37 waktu Indonesia Bagian Barat (WIB) tepat di pemberhentian satu garis lurus yang bernama Bandung Kiaracondong. Hari ini walaupun pagi, tapi ada hal yang sulit dilupakan sesaat bersama pertemuan yang tidak terjadi. 


Hari ini saat suara mesin saling riang menertawakan dalam bertukar kebisingan, aku mencoba menghilangkan kejadian yang cukup merugikan pikiran juga bayang-bayang. Tapi, yang kutemui justru kekhawatiran, ketidakmampuan untuk meredam keinginan.


Hari ini sebelum pergi, aku membayangkan bagaimana bertemu kembali. Mengembalikan percakapn ringan yang selalu kamu utarakan. Dingin di sikapmu, hanya cerminan awal bertemu. Setelah itu kamu adalah air yang cair dari kebekuan langit biru. 




Hari ini yang aku rasa tidak ramai dan tidak sepi. Aku melewati masa depan yang lebih besar lagi. Benar, berharap itu perlu, tapi terlalu memaksakan keinginan juga tidak sebegitu perlu. Waktu terus menerus berjalan, sementara aku hanya berjalan di pinggiran. Aku takut menjadi racun kekecewaan atau justru aku yang dikecewakan. 

Hari ini, telah kulalui Bandung dengan rasa kantuk yang tidak hadir secepat tamu mengetuk. Kalau kebutuhan individual sebagai alasan. Aku setidaknya akan belajar sabar dan menjawab salam dengan lengkap. Sebagaimana, aku memberi seperempat do'a, diluar sana aku dapati seseorang yang membalasnya dengan 3x lipatnya. Semoga Aku bisa belajar darinya.


Bandung, 5 Oktober 2019
00:48

Lilis Setiani 

https://draft.blogger.com/blog/posts/7624612856145474547?q=label%3A%22Pena%20Kehidupanku%22

Posting Komentar

0 Komentar

Postingan Unggulan